Pengukuran dan Pemetaan Topografi Embung

Kegiatan survei topografi dilakukan dengan alat ukur yang berupa waterpass dan theodolit atau alat ukur lainnya yang menghasilkan data pengukuran. Data pengukuran ini dianalisa sehingga menghasilkan koordinat dan elevasi titik-titik yang bisa menghasilkan gambar kontur dari daerah yang diukur. Pengukuran dan pemetaan situasi dengan skala 1 : 2.000 adalah untuk keperluan perencanaan teknis. Peta tersebut memuat data ketinggian planimetri dan keadaan topografi secara rinci dengan benar dan jelas. Interval kontur 0,25 m untuk daerah datar dan 0,50 m – 1.00 m untuk daerah berbukit.

Secara garis besar pengukuran dan pemetaan situasi meliputi :

  • Penentuan Titik Referensi (berdasarkan BM terpasang, maupun intepretasi hasil GPS) 
  • Pemasangan patok BM & CP
  • Kontrol horizontal dan vertikal
  • Pengukuran detail situas
  • Pengukuran Long section dan Cross section
  • Pengukuran situasi rencana bangunan embung (sungai utama dan daerah genangan) direncanakan dilakukan sepanjang ±1,50 km yaitu ±1.000 m di upstream dan ±500 m di downstream rencana embung.
  • Pengukuran situasi rencana wilayah genangan direncanakan dilakukan dengan system grid agar dapat menggambarkan kontur wilayah calon genangan.
  • Penggambaran peta hasil pengukuran

1. Penentuan Titik Referensi

Titik referensi untuk awal pengukuran adalah titik-titik yang sudah diketahui koordinatnya dan tingginya yang merupakan kerangka dasar pemetaan dan direncanakan akan  menggunakan titik kontrol yang ditarik dari BM.TTG BAKOSURTANAL/Titik Tringulasi terdekat atau  dari titik kontrol (BM) yang telah terpasang hasil pengukuran terdahulu dan dilakukan koreksi.

2. Orientasi Lapangan & Inventarisasi BM 

Kegiatan di lokasi dimulai dengan persiapan pengukuran, berupa :

  • Koordinasi dengan instansi daerah terkait mengenai rencana areal pengukuran, dan metode kerja pengukuran yang akan dilaksanakan.
  • Meninjau areal yang akan diukur.
  • Menyiapkan base camp, tenaga lokal dan sarana transportasi lapangan.
  • Bersama-sama dengan pengawas/Direksi Lapangan menentukan titik awal pengukuran, batas pengukuran dan lokasi BM.
  • Menentukan perkiraan luas wilayah genangan. 

3. Pembuatan Kerangka Dasar Pemetaan

Kerangka dasar merupakan jalur  patok dasar pengukuran (BM) yang akan digunakan sebagai pengikatan titik awal atau akhir pengukuran selanjutnya, seperti ray situasi, trace saluran. Kerangka ini ditempatkan pada batas areal pengukuran agar dapat berfungsi sebagai batas areal pengukuran.

4. Penentuan Posisi Dengan GPS

Survei penentuan posisi dengan GPS (survey GPS) secara umum dapat didefinisikan sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah titik terhadap beberapa buah titik yang telah diketahui koordinatnya, dengan menggunakan metode penentuan posisi diferensial (differential positioning) serta data pengamatan fase (carrier phase) dari sinyal satelit GPS (Global Positioning System). Yang selanjutnya titik-titik koordinat hasil penentuan posisi dengan GPS tersebut, digunakan sebagai titik referensi (titik awal) pengukuran dan hitungan untuk kerangka dasar pemetaan topografi. 

Penentuan sinyal posisi dari sinyal satelit

GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola Amerika Serikat. Sistem yang terdiri atas 24 satelit ini dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca, serta didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi  yang teliti dan juga informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia.

Patut dicatat disini bahwa posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X,Y,Z ataupun j,l,h) yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) 1984. Dengan GPS, titik yang akan ditentukan posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic positioning).



Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver GPS terhadap pusat bumi dengan menggunakan metode absolute (point) positioning, ataupun terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (monitor station) dengan menggunakan metode differential (relative) positioning yang menggunakan minimal dua receiver GPS. GPS dapat memberikan posisi secara instant (real-time) ataupun sesudah pengamatan setelah data pengamatannya diproses secara lebih ekstensif (post processing) yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik. 

5. Pengukuran Poligon
a. Sistem dan Referensi
  • Sistem pengukuran sudut dilakukan dengan cara centering tidak paksaan.
  • Titik referensi koordinat diambil dari BM yang ada berdekatan dengan lokasi pekerjaan/atas petunjuk Direksi.
  • Setiap 25 kali berdiri alat ukur, harus dilakukan pengamatan Azimuth Matahari dengan persyaratan ketelitian 15”.
  • Orientasi arah awal dengan cara pengamatan matahari yang memakai prisma Reoulof atau yang setara.
  • Cara perhitungan yang digunakan adalah dengan proyeksi UTM dengan referensi Ellepsiode Bessel 1841.
  • Alat untuk mengukur sudut harus menggunakan Theodolith T2 Wild atau yang setara.
  • Alat untuk mengukur jarak akan menggunakan mettban baja.
b. Ketelitian yang Harus Dicapai
  • Salah penutup sudut polygon adalah 10 detik N, dimana N adalah jumlah sudut yang terukur dalam rangkain polygon tersebut.
  • Kesalahan penutup jarak linier setelah dilakukan perataan harus lebih kecil 1 : 7.500 dengan pengukuran dua kali (kemuka dan kebelakang)
  • Hasil perhitungan koordinat diperoleh dari analisa kuadrat terkecil.
  • Pembacaan sudut setiap titik polygon harus dilakukan sedikitnya 4 kali, sedangkan pembacaan jarak untuk setiap sisi polygon sedikitnya 3 kali.
c. Polygon Utama
  • Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah.  Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.
  • Pengukuran Sudut Jurusan
Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horizontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon. 

 b         =   Sudut mendatar

aAB    =   Bacaan skala horizontal ke target kiri

aAC    =   Bacaan skala horizontal ke target kanan

Spesifikasi teknis dari poligon utama adalah sebagai berikut :
  • Pengukuran poligon harus diikatkan ke titik tetap yang telah ada (titik triangulasi, bencmark yang sudah ada).
  • Jarak antara titik-titik poligon adalah maksimal 100 m dan diukur dengan pita ukur baja) yang dikontrol secara optis dengan teodolit T2 dan dilakukan pulang pergi masing-masing 2 kali bacaan untuk muka dan belakang.
  • Sudut vertikal dibaca dalam satu seri dengan ketelitian sudut 10” (dua kali bacaan).
  • Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
  • Jumlah seri pengukuran sudut 2 seri (B1, B2, LB1, LB2).
  • Selisih sudut antara dua pembacaan  5” (lima detik).
  • Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.
  • Salah penutup sudut yang diperbolehkan yaitu 10”√n, dimana n adalah jumlah titik polygon
  • Poligon utama diukur dengan metode kring dimana harus dipenuhi syarat geometrisnya (pada batas toleransi yang diberikan), dan dikontrol dengan pengamatan matahari.
  • Pemberian koreksi.
  • Untuk mengoreksi sudut digunakan
  • Metode Dell (perataan biasa)
  • Metode Bersyarat
Contoh Alat ukur Survey Topografi
        Koreksi setiap sudut :  f.a(N-1), 
        dimana :   
            f.a salah penutup sudut
            N    jumlah titik poligon
  • Untuk mengoreksi absis dan ordinat digunakan jarak sebanding dengan jarak yang bersangkutan atau :
  • Koreksi =  f. x  / D  x (Dij), dimana : 
            f.x. = salah penutup absis/ordinat
            D    = jumlah jarak
            Di  = jarak yang ke i
  • Koreksi sudut antara dua kontrol azimuth 20"
  • Koreksi setiap titik poligon maksimum 8"
  • Salah penutup koordinat maksimum 1 : 2.000
  • Jarak tiap sisi poligon diukur dengan ketelitian 1 : 5.000
Sedangkan Spesifikasi teknis dari poligon cabang adalah sebagai berikut :
  • Pengukuran poligon cabang harus dimulai dari salah satu titik poligon utama dan diakhiri pada salah satu titik poligon utama.
  • Poligon cabang dibagi atas seksi dengan luas kring/loop tertutup mencakup ±200 Ha.
  • Pengukuran sudut poligon dilakukan satu seri dengan ketelitian sudut 20”.
  • Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
  • Pengukuran jarak dilakukan dengan pita ukur baja yang dikontrol secara optis, dilakukan pulang pergi masing-masing minimal 1 (satu) kali bacaan.
6. Pengukuran Waterpass

Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukur-an dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan terhadap BM.
Pengukuran Waterpass
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM).
a. Sistem dan Referensi
  • Semua titik poligon utama dan cabang akan dilakukan pengukuran sifat datar.
  • Pengukurannya dilakukan secara pulang pergi dan kontrol ukuran beda tinggi diambil dari data double stand.
  • Pembacaan benang akan dibaca tiga benang dengan urutan pembacaan benang adalah (bt-ba-bb) dan memenuhi 2 bt = ba+bb.
  • Jumlah jarak kemuka diusahakan sama dengan jumlah jarak kebelakang.
  • Jumlah slaag harus genap.
  • Toleransi kesalahan penutup max. 10√D Km (mm), dimana : D = Jumlah jarak sifat datar dalam Km.
  • Bentuk rangkaian pengukuran sifat datar (water pass) adalah tertutup. 
  • Untuk mendapatkan data vertikal  harus dilakukan  pengukuran beda tinggi pergi-pulang pada setiap seksi.
  • Jarak tiap seksi maksimum 1- 2 km.
  • Pembacaan rambu harus lengkap yaitu benang atas, tengah dam bawah, dan setiap slag harus dilakukan  dua kali berdiri posisi alat    
  • Jarak antara instrument terhadap rambu muka dan belakang maksimum 100 m.
  • Rambu harus dilengkapi dengan nivo dengan landasan dari plat besi yang mempunyai permukaan lengkung setengah lingkaran.
  • Titik referensi tinggi diambil dari BM yang telah diukur sebelumnya dan sebagai titik awalnya.
  • BM tersebut adalah BM yang juga digunakan sebagai titik awal pengukuran poligon.
b.  Ketelitian yang harus dicapai

  • Salah penutup tinggi dari hasil pengukuran pulang-pergi harus lebih kecil dari 8,4 mm D, dimana D adalah jarak optis dalam Km.
  • Hasil perhitungan tinggi diperoleh dari analisa kwadrat terkecil.
  • Pencatatan data yang salah harus dicoret tidak boleh didobel atau di tip-ex, kemudian bacaan yang benar ditulis diatasnya dengan ballpoint warna hitam.
  • Pada formulir data harus ditulis dengan lengkap : nomor halaman, jenis & nomor alat, nama surveyor, tanggal pengukuran, lokasi dan sebagainya.
  • Penentuan BM sebagai referensi tinggi akan ditunjukkan oleh Direksi  kemudian.
  • Pengukuran kerangka vertikal mengikuti ketentuan sebagai berikut :
    • Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
    • Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.
    • Setiap pindah slang rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi rambu muka.
    • Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap.
    • Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sanpai longgar. Sambungan rambu ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo.
    • Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.
    • Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi.
    • Bidikan rambu harus dintara interval 0,5 m dan 2,75 m (untuk rambu yang       3 m).
    • Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali  pembacaan benang tengah, benang atas dan benang bawah.
    • Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB), yaitu : 2 BT = BA + BB.
    • Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.
    • Jarak rambu ke alat maksimum 50 m
    • Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
7. Pengukuran Detail Situasi Rencana Embung 
Pengukuran dilakukan dengan metode trigonometri/tachimetri dimana ujung dan pangkal jalur pengukuran terikat/terkontrol terhadap kerangka dasar pengukuran/pemetaan. Dari titik-titik tersebut diukur detail-detail lapangan dengan rincian.
Pengukuran detail situasi dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan pada Standar Perencanaan Irigasi PT-02. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran topografi area daerah irigasi dengan sasaran tinggi dan posisi detail lapangan.
  • Pelaksanaan pengukuran akan dilakukan oleh beberapa team pengukuran yang akan bekerja secara simultan sesuai dengan jangka waktu pelaksanaan yang tersedia.
  • Titik detail ditentukan dengan pengukuran ray dan rincikan, dimana ujung-ujung ray diikatkan pada kerangka dasar (BM)
  • Route pengukuran akan disesuaikan dengan rencana trase saluran yang ada sesuai dengan pengukuran yang telah pernah dilakukan.
  • Alat yang akan digunakan adalah Theodolit TO dan Waterpass N12, NAK1, NAK2, atau sejenis dan sederajat dengan ketelitian detail pengukuran 10 cm di atas kontrol rangka pemetaan yang diratakan kesetiap titik-titik.
  • Menetapkan dan memasang BM baru dari beton apabila jarak antara BM lebih dari 2000 m. Untuk bangunan-bangunan yang telah ada, cukup dengan memasang baut pada as bangunan dipuncak tembok pengiring atau sayap, atau patok paralon yang dicor semen.
  • Mengukur kembali ketinggian semua patok BM yang ada dan dipasang baru dan koordinat (x,y,z). Pelaksanaan pengukuran BM sebagai berikut :
  • BM baru dipasang jika BM yang ada tidak memenuhi syarat per 500 Ha untuk skala 1 : 5000 dan 250 Ha untuk skala 1 : 2000.
  • Sistem penomoran BM mengikuti penomoran yang sudah ada.
  • Ukuran, bentuk dan type BM yang dipasang harus mengikuti standard irigasi.
  • Membuat daftar (register) BM lama baru yang menunjukan letak dan koordinat (x,y,z) pada peta.
  • Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengukuran situasi, yaitu :
  • Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri
  • Ketelitian alat yang dipakai adalah 10”.
  • Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai dan Vorstraal.
  • Ketelitian poligon raai untuk sudut 10” √n, dimana n = banyaknya titik sudut.
  • Ketelitian linier poligon raai yaitu 1 : 5000
  • Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentk topografi dan bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan lapangan.
  • Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.
  • Pengukuran sungai di sekitar lokasi rencana bangunan pengatur harus diambil detail selengkap mungkin, misalnya elevasi as, tepi dan lebar sungai di sekitar rencana bangunan tersebut.
  • Sudut poligon raai dibaca satu seri.
  • Ketelitian tinggi poligon raai 10 cm√D (D dalam km).
Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut:
  • Azimuth magnetis
  • Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
  • Sudut zenith atau sudut miring
  • Tinggi alat ukur
Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan, diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya (X, Y, Z).  Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X, Y, Z), digunakan rumus sebagai berikut :
Untuk menghitung jarak datar (Dd)

Dimana:
TA = Titik tinggi A yang telah diketahui
TB = Titik tinggi B yang akan ditentukan
∆H = Beda tinggi antara titik A dan B
Ba = Bacaan benang diafragma atas
Bb = Bacaan benang diafragma bawah
Bt = Bacaan benang diafragma tengah
TA = Tinggi alat
Do = Jarak optis [100(Ba-Bb)]
m = sudut miring

Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-titik bantu yang membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna.  Sebagai konsekuensinya pada jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan matematik koreksi boussole (C) adalah :

C = ag - am

dimana:
G = Azimuth geografis
M = Azimuth Magnetis
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat tergantung pada skala peta yang akan dibuat, selain itu keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat.
8. Pemasangan Bench Mark (BM)
Secara umum kegiatan ini meliputi pekerjaan :
  • Pemasangan patok beton tambahan apabila BM (Bench Mark) yang ada pada setiap  bangunan rusak/hilang (setiap bangunan yang ada mempunyai BM).
  • Mengukur kembali semua ketinggian patok BM yang ada dan mengikatkan pada BM yang baru (x,y,z). Pelaksanaan pengukuran harus mengikuti Standar Perencanaan Irigasi PT-02 (lihat bagian “Pengukuran Trace Saluran “)
  • Membuat daftar(register) BM lama dan baru serta membuat peta lokasi posisi ketinggiannya (x,y,z) serta sket peta lokasinya.
  • Lokasi dan elevasi BM sebagai titik referensi, harus dicantumkan dalam daftar BM.
  • Setiap perbedaan dalam elevasi dan koordinat BM lama dan baru harus  dijelaskan dalam Bab laporan mengenai survey dalam laporan akhir.
  • Pemasangan Bench Mark (BM)
Bentuk dan ukuran BM CP
9. Pengukuran Penampang Sungai
a. Pemasangan patok kayu
Patok kayu dengan ukuran 5.0 cm dan panjang 40 cm dipotong dan diruncingkan di base camp dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pemasangan patok adalah sebagai berikut:
  • Penomoran patok dilakukan setelah patok dipasang dan pemberian nomor patok disesuaikan dengan urutan nomor patok lapangan.
  • Penomoran patok dimulai dari pangkal (awal) bendung kemudian menuju ke hilir.
  • Patok dibuat muncul 15 cm dari permukaan tanah dan lokasi sekitar patok harus dibersihkan untuk memudahkan pencarian dan pembacaan nomor patoknya. 
  • Patok dipasang pada bagian lurus saluran setiap 100 m sedang pada bagian tikungan disesuaikan. 
  • Jarak antar patok ditetapkan dan diukur dengan pita ukur, agar tidak melampaui jarak yang telah ditetapkan.
b. Pengukuran Polygon
Kegiatan pengukuran polygon terdiri dari:
  • Pengukuran sudut horizontal
Pengukuran sudut horizontal
  • Alat penempatan dititik B, target dititik A dan C
Penempatan titik
  • Teropong dalam posisi biasa dibidikkan ke titik A, kemudian putar alat mengarah ke titik C, baca sudut horizontal C1.
  • Putar teropong hingga posisi luar biasa kemudian arahkan ke titik C, baca sudut horizontal C2, kemudian arahkan teropong ke titik A, baca sudut horizontal A2
  • Hitung ketelitian bacaan sudut
            C1 – A1 = B1 (sudut biasa)
            C2 – A2 = B2 (sudut luar biasa)
            Periksa apakah B1 – B2 < 5”
Jika dipenuhi maka bacaan sudut dalam satu seri tersebut dinyatakan baik dan dapat dilanjutkan.
Jika B1 – B2 > 5”
Maka harus dilakukan ukuran ulang seri ke dua, demikian seterusnya sampai didapatkan toleransi B1 – B2 < 5”
Jika kenyataan salah penutup kring sudut >10n, maka kemungkinan terjadi kesalahan pada pengukur diatas sehingga harus segera dilakukan pengukuran ulang sampai salah penutup kring sudut x = 10 n dimana n adalah jumlah titik ukur pada kring yang bersangkutan.
Pengukuran Jarak
  • Pengukuran jarak untuk polygon dilakukan dengan pita ukur baja.
  • Sistem pengukuran dilakukan pergi pulang dengan dua kali bacaan dan dengan titik nol yang berbeda.
Penelitian hasil pengukuran polygon :
  • Sudut <10ÖN
  • Salah linier polygon 1 : 5.000
c. Pengukuran Waterpass
Pelaksanaan Pengukuran
  • Pengukuran dilakukan doubel stand dan pergi – pulang
  • Pembacaan benang dilakukan pada benang atas, benang tengah dan benang bawah untuk stan I dan II
  • Penempatan alat ukur diusahakan ditengah-tengah antara rambu muka dan rambu belakang, atau setidak-tidaknya jumlah jarak kemuka sama dengan jumlah jarak belakang
  • Jumlah berdiri alat dalam satu seksi pergi-pulang diusahakan genap
  • Ujung seksi ukuran pergi-pulang dibuat pada BM yang telah dipasang pada setiap bangunan dan jika jarak BM tidak mungkin ditempuh dalam satu hari, dipasang BM  kecil diantara kedua BM yang telah ada
  • Pengukuran pergi-pulang diselesaikan dalam satu hari, dan jika refraksi udara mempengaruhi garis bidik, maka pengukuran dihentikan
  • Perencanaan data ditulis dengan ball point warna hitam agar dapat difoto kopy dengan jelas dan tidak mudah dihapus.
  • Kontrol Bacaan di Lapangan
  • Bacaan benang.
  • BT = (BA-BB)/2  < 2mm
  • Jika tidak dipenuhi, segera dilakukan bacaan ulang sampai hasil bacaan memenuhi ketentuan diatas
  • Beda tinggi stand I dan stand II 
  • I H1 – H2 I < 2mm
  • Jika tidak dipenuhi segera dilakukan bacaan stang III sampai ditemukan pasangan yang memenuhi ketentuan diatas.
  • Ketelitian Pengukuran waterpass £1 0ÖD (salah penutup waterpass)
d. Pengukuran Profil Melintang
Untuk kebutuhan perencanaan bottom control, pada gambar profil memanjang akan nampak:
  • Penampang as sungai
  • Tebing/tanggul kiri dan kanan
  • Letak bangunan sepanjang sungai 
  • Elevasi diukur berdasarkan hasil pengukuran sipat datar dan jarak didapat dari hasil pengukuran dengan pita ukur.
Maksud pengukuran profil melintang adalah untuk mengetahui bentuk topografi disekitar sungai, guna mensuplay kebutuhan perencanaan dalam mendesain bangunan bottom control.  Pengukuran profil melintang diusahakan pada patok-patok yang dilalui oleh polygon maupun waterpass. Alat yang digunakan adalah alat ukur waterpass dan titik detail yang diambil adalah dasar sungai dan tanggul kiri dan kanan.

Posting Komentar untuk "Pengukuran dan Pemetaan Topografi Embung"